SEMARANG -
Berdisiplin dalam kebersihan memerlukan dukungan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, lingkungan harus ikut berperan serta dalam mendukung kedisiplinan dalam kebersihan tersebut.
"Secara umum memang disiplin untuk kebersihan masih kurang, meskipun agama Islam mengajarkan tentang kebersihan, tapi karena lingkungan kurang mendukung, akhirnya kurang peka terhadap kebersihan," tutur KH Hanief Ismail.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Quran Semarang itu mengatakan hal tersebut saat Ngobrol Virtual yang diselenggarakan Suara Merdeka Network
melalui zoom meeting
, kemarin. Selain Kiai Hanief, Ngobrol Virtual bertema "Pesan Indah Sampah" itu juga menghadirkan sejumlah narasumber lainnya, seperti CEO Marimas, Harjanto Halim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Sapto Adi Sugihartono. Kemudian, Sekjen WCD Indonesia, Septiany Punti Dewi dan Leader
WCD Kota Semarang, Ainninditya Noer. Kiai Hanief melanjutkan, agama Islam tidak hanya berbicara soal lingkungan maupun kebersihan saja, tapi kebersihan itu sendiri menjadi salah satu substansi dari ajaran Islam. Karena kebersihan tidak hanya menyangkut soal lingkungan yang kotor. Kebersihan dalam pandangan Islam meliputi sesuatu yang berkaitan dengan jiwa, raga dan lingkungan.
"Ada hadist
yang mengatakan an nadhofatu minal iman
(kebersihan sebagian dari iman), maka kita harus benar-benar memahami bahwa seluruh umat Islam harus mementingkan soal kebersihan," terangnya.
Kiai Hanief menambahkan, terminologi kebersihan dalam Islam meliputi beberapa istilah, di antaranya, nadhofah
, thoharoh
, tazkiyah
. Ketiga-tiganya mengandung arti bersih, tapi tempatnya yang berbeda-beda. Kiai Hanief menjelaskan, jika istilah nadhofah
hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat dhohir
(permukaan) saja. Sementara thoharoh
berkaitan dengan dhohir
maupun batin. Selanjutnya, tazkiyah
khusus pada masalah kejiwaan atau keimanan. Oleh karena itu, menurut Kiai Hanief, umat Islam harus berusaha mencontoh apa yang telah dilakukan Rasulullah SAW. Rasulullah sangat memperhatikan soal kebersihan. Misalnya mencuci tangan, menyisir rambut untuk menampilkan diri yang bersih, memakai pewangi bahkan senang berpakaian putih.
"Pakaian putih itu untuk menunjukkan lebih tampak kebersihannya dibanding dengan pakaian yang lain. Ini yang diajarkan agama. Terkadang walaupun dari lembaga pendidikan yang selalu menekankan soal kebersihan, namun karena lingkungan yang kurang mendukung, akhirnya kurang optimal," terangnya.
Kiai Hanief mencontohkan di Pesantren Raudhatul Quran bahwa para santri disuruh untuk membuang sampah pada tempatnya. Namun, di sisi lain, tukang sampahnya tidak bisa datang setiap hari mengambil sampah. Meskipun pihaknya sudah meminta agar memisahkan sampah jenis organik dan non organik. Karena tukang sampahnya tidak datang setiap hari untuk mengambil sampah, maka terkadang sampah jadi menumpuk.
"Itu yang mungkin kami ingin mendapatkan pengertian dari rekan-rekan semuanya, bagaimana cara mengolah sampah secara mandiri sebelum dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPA)," terangnya.
Menurutnya, mengolah sampah secara mandiri sebelum dibuang di TPA dapat mengurangi penumpukan sampah. Harapannya dapat membantu kedisiplinan anak-anak dalam membuang sampah pada tempatnya, sehingga volume sampah yang dibawa tukang sampah jadi lebih sedikit.
"Kami memang sangat prihatin, karena konsep di dalam agama itu bahwa sampah tidak hanya mengotori tapi membuat pemandangan jadi kurang indah," tuturnya.
Kiai Hanief melanjutkan, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah itu indah dan mencintai keindahan. Di sinilah, kata Kiai Hanief, realisasinya dilakukan pada diri Rasulullah. Rasulullah sangat memperhatikan terkait kebersihan.
"Kami berharap dari diskusi ini dapat menyimpulkan bagaimana lingkungan kita sendiri betul-betul bisa membantu menyelesaikan apa yang ada di masyarakat kita masing-masing terkait cara mengurangi sampah yang efektif," imbuhnya. (arw, H32, K14-)
Nama Wartawan : Moch Kundori, Kode : H32