VIRUS Corona itu ganas. Percayalah! Banyak anak mendadak menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu. Orangtua mereka menghadap Yang Maha Kuasa, setelah berjuang melawan garangnya virus pandemik itu.
Selain menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu, penyakit Covid-19 yang disebabkan Virus Corona juga menabur derita untuk anak-anak. Dari 350 ribu anak-anak yang terpapar, sebanyak 777 anak meninggal. Sementara, sedikitnya sebelas ribu anak dilaporkan sudah kehilangan orangtua.
Mencermati tragedi demi tragedi, tentu semua pihak harus ambil peduli, berperan nyata dalam mengatasi persoalannya, sejak dari usaha memutus rantai penularan Covid-19, sampai kepada memberdayakan anak-anak yang orangtua mereka meninggal dunia akibat penyakit itu.
‘’Kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah pada upaya optimal kesehatan untuk seluruh anak, meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Keempatnya adalah usaha yang wajib, Masyarakat juga bisa berperan di sini, sesuai dengan ketentuan Pasal 44 UU Perlindungan Anak,’’ kata Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, M.Pd., yang dihubungi secara virtual, kemarin.
Tren penularan varian baru Covid-19 memang semakin meninggi beberapa waktu belakangan dengan menyasar usia muda. Itu menjadi pertanda, anak-anak kita sedang tidak baik-baik saja. Anak-anak banyak terpapar. Mereka yang berusia sembilan tahun ke bawah. Ironisnya, vaksin untuk anak seumur mereka belum tersedia.
Suatu kali Jasra bercerita, saat melakukan pengawasan anak-anak yang dititipkan karena orangtuanya meninggal, KPAI menemukan ‘sepasang insan berhati malaikat’. Apresiasi dan rasa bangga pun sepatutnya diberikan
Dia adalah seorang anggota TNI, bernama Sertu Edu Marung bersama sang istri bernama Maria Cahaya. Edu sehari-harinya bertugas di Batalyon Bekang V Perkebud. Edu, dengan sukarela dan penuh tanggung jawab, mengambil alih pengasuhan tiga anak yang orangtuanya meninggal dunia saat terkonfirmasi positif Covid-19 sejak sebulan lalu. Anak-anak itu adalah C (4 tahun), J (11 tahun) dan F (13 tahun).
Menurut Jasra, ketiga anak yang ditinggal kedua orangtuanya itu berasal dari Flores dan telah sebulan tinggal di kontrakan Rawa Lumbu Bekasi. Mereka ditemukan Edu tanpa orangtua. Edu pun merasa terpanggil untuk merawat mereka.
‘’Kami di perantauan saling terkonek di dalam grup perkumpulan masyarakat Flores. Sejak perkumpulan memberi tahu ada orangtua terkena Covid-19, kami saling bantu, termasuk keluarga ini. Waktu itu, kami mengantarkan langsung makanan, meski hanya menaruh di depan pintu,’’ kata Edu, sebagaimana ditirukan Jasra.
Selang sebulan, ayah dari ketiga anak itu juga meninggal. Perkumpulan mendorong Edu untuk memberanikan diri mengasuh mereka. Ia bilang kepada istrinya. Kita memang akan lapar, sebut Edu, tapi tidak akan kelaparan, tegasnya menguatkan diri ketika mengambil anak-anak ini.
‘’Kondisi tinggal di kontrakan memang tidak bernasib sama dengan masyarakat yang telah lama dikenal, apalagi hidup anak-anak ini telah berpindah-pindah empat kali dalam mengadu nasib di Jakarta,’’ kata Edu yang pernah dimintai tolong keluarga.
Kisah ketiga anak menjadi yatim piatu, bermula dari ibunya gagal mendapatkan ambulan untuk membawanya ke rumah sakit, hingga kemudian meninggal di tempat, dilanjutkan berselang seminggu, ayahnya juga ikut meninggal di rumah sakit.
Grup perkumpulan masyarakat Flores tidak meninggalkan Edu sendirian. Mereka mencari akses, agar apa yang diperbuat Edu dan didukung istrinya mendapatkan perhatian. Akhirnya, perkumpulan bisa mendatangkan utusan dari Kementerian Sosial, dan berkomunikasi via telepon dengan KPAI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Dalam komunikasi tersebut Edu meminta tolong agar anak-anaknya di perhatikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Kesehatan. ‘’Kalau untuk makan, sebutnya, kami bisa, tapi untuk jaminan masa depan pendidikan dan kesehatan kami mohon bantuan,’’ katanya.
Setelah sebulan mengasuh anak-anak ini, Edu menyatakan sangat bersyukur, karena datangnya bantuan beras 15 liter, minyak goreng, sarden, beberapa baju buat ketiga anak, sepatu buat anak yang besar, buku, peralatan sekolah dan peralatan mandi dari Kementerian Sosial.
Bersama istrinya, keluarga Edu yang sudah memiliki anak satu, mengasuh ketiga anak tersebut. Bila sang anak melamun dan ingat orang tuanya, sebut Edu, saya selalu bilang jangan melamun.
‘’Hampir di masa-masa awal kehilangan orang tua, mereka selalu kami ajak mengingat kisah-kisah perjuangan dan kisah bahagia bersama orang tua mereka. Kondisi di awal yang berat, selalu kami alihkan dengan berdoa dan yakin orang tua mereka sudah bahagia di surga. Anak-anak jadi kuat dan yakin ini adalah kehendak Tuhan,’’ ujarnya.
Saat ini, sebut Jasra, KPAI sedang meningkatkan kegiatan menyerap informasi untuk menjangkau dan berkomunikasi dengan para orang tua yang mau mengasuh anak.
‘’Kami mendukung dan mendorong lebih banyak lagi orang tua yang mau mengasuh anak-anak, karena dari sekitar 100 ribu kematian akibat Covid-19, tentu akan banyak anak-anak yang kehilangan figur atau aktor pengasuh utamanya, tidak hanya orang tua yang meninggal, bisa juga yang mengasuh single parent, paman atau bibi, kakek atau nenek, atau keluarga tidak sedarah, bisa juga kakak dan adik, atau sesama keluarga perantauan seperti ketiga anak ini,’’ katanya.(MUSRIADI MUSANIF)