Cegah Klaster Baru, Pilur Sebaiknya Ditunda

Radar Jogja File

 

Tahun ini Kabupaten Sleman kembali akan menggelar pemilihan lurah (pilur). Di 35 kalurahan. Rencananya, pesta demokrasi enam tahunan itu akan dilaksanakan pada 12 September mendatang. Namun, mengingat Bumi Sembada termasuk daerah dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4, Komisi A DPRD Sleman minta pelaksanaan Pilur 2021 ditunda.

KEBIJAKAN penundaan pilur yang diusulkan Komisi A sangat beralasan. Yakni untuk menghindarkan terjadinya kerumunan massa. Demi mencegah merebaknya kembali klaster Covid-19 di Sleman.

Apalagi Pilur 2021 Sleman diperkirakan melibatkan sedikitnya 356.086 pemilih. Mereka tersebar di 470 padukuhan di 17 kapanewon. Pilur dengan sistem e-voting akan digelar serentak di 912 tempat pemungutan suara (TPS). Dengan batas jumlah pemilih sebanyak 500 orang per TPS.

Penundaan jadwal pilur kali ini persis dengan kebijakan tahun lalu. Penyelenggaraan Pilur 2020 yang telah dijadwalkan pada Agustus pun ditunda hingga Desember lantaran banyak klaster Covid-19 di Sleman.

Sekretaris Komisi A Hj Sumaryatin SSos MA mengatakan, perpanjangan PPKM level 4 mengandung konsekuensi penundaan segala aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Baik aktivitas pemerintahan maupun swasta. "Dari hasil diskusi di Komisi A, pilur sebaiknya diundur hingga akhir tahun ini," ungkapnya.

Hal itu sebagaimana ketentuan perpanjangan PPKM level 4 sampai 9 Agustus ini. Sehingga, pelaksanaan pilur 12 September dinilai kurang relevan. Apalagi jika ke depan pemerintah pusat kembali memutuskan untuk memperpanjang PPKM di Sleman. Jika angka konfirmasi kasus positif Covid-19 masih tinggi.

Rencana menghelat pilur pada 12 September itu pun sejatinya sudah mundur dari jadwal semula yang telah ditetapkan. Yakni 22 Agustus. Penundaan pilur ketika itu menyusul pemberlakuan PPKM darurat 21-25 Juli lalu.

Sementara itu, Ketua Komisi A Ani Martanti ST justru mendorong perangkat desa/kalurahan agar fokus penanganan Covid-19 dulu sementara ini. Terlebih pemerintah pusat telah menginstruksikan penggunaan dana desa untuk penanganan Covid-19 di wilayah masing-masing.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Keuangan Nomor 2 Tahun 2021 dan Instruksi Kementerian Desa/Inmendesa Nomor 1 Tahun 2021. Disebutkan, minimal 8 persen dari dana desa harus dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

Ani menegaskan, penanganan Covid-19 merupakan prioritas utama hingga level terkecil pemerintahan. Dalam hal ini desa/kalurahan. Oleh karena itu, perangkat desa/kalurahan harus mencermati kembali anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Untuk memastikan alokasi anggaran penanganan Covid-19 tidak kurang 8 persen dari dana desa. "Kalau PPKM diperpanjang, pilur mau nggak mau kudu diundur. Dijadwalkan ulang," tandasnya.

Terpisah, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (PMK) Sleman Budiharjo menjelaskan, jadwal pilur ditetapkan berdasarkan tahapan penyelenggaraannya. Disesuaikan pula dengan masa berakhirnya jabatan lurah periode ini. Yakni pada 15 September.

Budi mengatakan, pelaksanaan pilur tetap berpedoman pada situasi dan kondisi perkembangan Covid-19 di Bumi Sembada ini. "Jika kasusnya tetap tinggi di level 4, maka kami akan tetap menunggu instruksi pemerintah pusat. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri," jelas birokrat yang juga menjabat sebagai assekda bidang ekonomi dan pembangunan.(*/yog)