Data Covid-19 Jangan Amburadul

Kapolda NTB Irjen Pol Mohammad Iqbal berdiskusi dengan Wakil Gubernur NTB Dr Hj Sitti Rohmi Djalillah saat rapat kordinasi antisipasi eskalasi Covid-19 di Provinsi NTB, di Mapolda NTB kemarin

 

Pola pembaruan data penanganan Covid-19 diperbaiki. Input data yang tidak benar mengganggu strategi upaya mengakhiri pandemi yang sudah lebih dari setahun menghantam NTB ini. Data yang salah mengaburkan kondisi senyatanya di lapangan.

Hal itu mengemuka dalam rapat koordinasi antisipasi eskalasi kasus Covid-19, di Mapolda NTB. Rapat dipimpin Wakil Gubernur NTB Dr Sitti Rohmi Djalillah. “Data ini sangat penting. Tidak boleh lalai. Dari data itu terlihat kerja kita,” ucapnya ditemui usai rapat, Kamis (1/7) kemarin.

Penanganan Covid-19 khususnya dalam bidang kesehatan dapat diuji dengan data. Antara lain angka kasus konfirmasi positif Covid-19, konfirmasi masih isolasi, angka kesembuhan, jumlah korban meninggal dunia, sampai gambaran zonasi risiko. “Kerja kita yang nyata ini terrepresentasikan di data,” sebutnya.

Ummi Rohmi memberi contoh. Seperti halnya penanganan rumah sakit, dan penanganan pasien yang boleh jadi sudah dianggap baik. Namun, apabila data yang tersaji tidak menggambarkan hal yang sebenarnya maka representasi angka malah jadi sebaliknya.

“Jadi setiap orang yang berkepentingan meng-update data itu tolong serius untuk sungguh-sungguh update data yang sesuai kenyataan di lapangan,” jelas Wagub.

Dampaknya, sambung dia, pada strategi penanganan Covid-19. Upaya meningkatkan angka kesembuhan dan angka ketersediaan tempat tidur rumah sakit bakal menjadi sia-sia apabila data yang disajikan tidak menggambarkan hal sebenarnya.

“Kalau orang isolasi mandiri tidak di-update sebagai sembuh saat sudah sembuh, itu kan fatal. Itu tidak boleh,” kata Ummi Rohmi.

Kapolda NTB Irjen Pol Mohammad Iqbal menjelaskan, semua pihak seharusnya memiliki frekuensi yang sama. Termasuk soal data tersebut. “Kita kerja di lapangan luar biasa tapi datanya amburadul, sama saja bohong,” tegasnya.

Dampak kesalahan input data ini dapat menjadi besar. Selain penanganan Covid-19 menjadi tidak terarah, juga dampak eksternal terkait upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi. “Yang rugi kan masyarakat. Orang mau wisata, mau bisnis jadi enggan karena data ini,” sebut jenderal bintang dua ini.

Dalam rapat itu dievaluasi penanganan Covid-19 per kabupaten/kota. Khususnya berkaitan dengan upaya di lapangan dan manajemen data. Lombok Timur disebut baik sementara paling bontot, Lombok Tengah.

“Memang harus ada political will. Ada yang kinerjanya tidak buruk malah jadi buruk karena datanya buruk. Itu bisa saja representasi kerja yang buruk, bisa saja tidak. Karena itu, data ini menjadi penting,” papar Iqbal.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB dr Lalu Hamzi Fikri, pihaknnya kini sudah melengkapi pendataan dengan sistem SiLacak. Terpadu dengan new Allrecord TC19 dari Kemenkes RI. “Sebenarnya, kemarin Kota Bima zona merah bukan karena kasus meningkat, tapi datanya dalam proses verifikasi,” ungkapnya.

Dalam hal strategi, Fikri mengaku punya pekerjaan rumah menurunkan rasio kematian Covid-19. Kemampuan tracing atau penelusuran kontak belakangan ini makin menurun sehingga perlu digenjot lagi. Kemampuan penelusuran kontak mentok sampai empat dan lima orang dari satu kasus konfirmasi positif.

“Dari sisi ketersediaan logistik no problem. Tinggal pelaksana di lapangan yang tidak hanya di lingkungan keluarga saja, harus kejarsampai tetangga, teman kerja. Kita naikkan sampai ke tingkat 20 tracing kita,” paparnya.