Berpikir Positif dan Jaga Kesehatan Mental

BERDISKUSI : Sejumlah narasumber berdiskusi saat Ngobrol Virtual yang diselenggarakan Suara Merdeka Network bersama Satgas Covid-19 melalui aplikasi Zoom Meeting, Kamis (7/1). (Foto/Suara Merdeka)

 
SEMARANG, Suara Merdeka - Wabah Covid-19 dapat menjangkiti berbagai elemen masyarakat tanpa mengenal kelas sosial. Oleh karena itu dibutuhkan pikiran yang jernih dan kesiapan mental jiwa yang baik dalam menghadapi cobaan tersebut.
"Kita harus tetap berpikir positif, menjaga kesehatan mental agar tetap bahagia. Dengan adanya cobaan ini kita menjadi orang terpilih," kata Wakil Rektor Universitas Ivet Semarang, Dr Luluk Elyana.
Ia mengatakan hal itu saat Ngobrol Virtual bertajuk "Pahit Getir Menjadi Pendamping Orang yang Terinfeksi Covid-19" yang diselenggarakan Suara Merdeka Network bersama Satgas Covid-19 melalui aplikasi Zoom Meeting Cloud, Kamis (7/12).
Luluk Elyana merupakan satu di antara sekian banyak masyarakat yang pernah terpapar Covid-19 dan sudah kembali pulih. Menurutnya, bagi isteri yang pernah mendampingi suami yang juga terpapar Covid-19 harus saling menguatkan satu sama lain.
"Apalagi saat awal-awal terpapar Covid-19, baik orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP) itu dalam kondisi cemas. Itu sangat riskan sekali. Kami sendiri mengalaminya," ujarnya.
Ia menceritakan, sebelum suaminya mengalami gejala mirip Covid-19, ia mengalami hal serupa terlebih dahulu. Ia mengira gejala tersebut hanya flue biasa, karena gejalanya hampir sama. Namun ia dan suami bersyukur lantaran tidak memiliki penyakit penyerta, sehingga ia menjalaninya dengan baik dan lancar.
"Tapi yang harus diperhatikan ialah kondisi mental seseorang dibanding kondisi fisik. Karena mental menjadi penentu apakah kita bisa melewati hari-hari yang kurang baik bagi kondisi tubuh kita," terangnya.
Ia mengaku awalnya kaget lantaran Covid-19 menimpa dirinya. Meski, saat itu suami juga mengalami hal yang sama, namun suaminya tidak merasakan gejala apa-apa. Kemudian, dalam beberapa waktu kemudian ia dan suami mengalami ciri khas dari gejala Covid-19 seperti, indra penciuman hilang, keringat dingin keluar, berjalan agak limbung.
"Dari situ kami baru sadar, bahwa kami terkena Covid-19. Tapi kita berusaha semeleh (menerima dengan lapang dada). Sisi positif yang dapat diambil ialah penerimaan perubahan yang terjadi seperti belajar memanaj diri, hati, dan emosi kita agar tetap bahagia dan imun tetap stabil," terangnya.
Atas pengalaman tersebut, Luluk menyarankan bagi masyarakat yang terpapar Covid-19 harus berterus terang kepada keluarga, orang-orang di sekitar, karena dapat menguatkan.
Saran berikutnya, kata dia, edukasi rutin dari pemerintah atau pihak berwenang ke masyarakat dan lingkungan. Bahwa, orang-orang yang terpapar Covid-19 tidak perlu takut, tapi yang harus dilakukan memberikan motivasi.
"Jujur, kami terharu kepada para tetangga kami. Saat kami isolasi mandiri, para tetangga bergantian memberikan makanan yang digantungkan di pagar rumah," imbuhnya.
Pemred Suara Merdeka Gunawan Permadi sependapat dengan para narasumber terkait edukasi masyarakat maupun kesehatan mental. Sebabnya, masih banyak masyarakat masih ada yang tidak percaya adanya Covid-19. Kan tidak harus mengalami sendiri kan.
"Informasi yang kami terima tenaga kesehatan (Nakes) yang gugur sudah mencapai 500 an jiwa. Maka kita harus terus berupaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19," katanya.
Wapemred Suara Merdeka Triyanto Triwikromo mengatakan, Suara Merdeka bersama Satgas Covid-19 sengaja menghadirkan narasumber dari kalangan ibu-ibu. Karena pesan-pesan yang mereka sampaikan dianggap lebih efektif dibanding pesan-pesan lainnya. Kemudian, yang tidak kalah penting ialah peran media yang juga dianggap efektif dalam menyosialisasikan pencegahan Covid-19.
"Pada kesempatan ini mengajak para tokoh perempuan berbicara tentang cara ideal mengahadapi varian Covid-19. Sehingga Satgas Covid-19 mengeluarkan slogan "Ingat Pesan Ibu"," katanya. (H32, K14, arw-)