Tim 38 Advokat Kawal Prokes dan Program Bantuan Pemerintah

Tim 38 Advokat Peduli Pilkada Bersih siap mengawal jalannya pemilihan kepala daerah dengan protokol kesehatan/Radar Jogja-Sevtia Eka Novarita

 

Pilkada 2020 tinggal menghitung hari. Sisa 15 hari menuju pemungutan suara 9 Desember mendatang, keresahan masyarakat semakin bermunculan. Seperti kekhawatiran timbulnya klaster baru Covid-19 saat proses pencoblosan surat suara. Juga adanya dugaan penyalahgunaan program pemerintah dalam penyaluran bantuan sosial maupun hibah dari APBD untuk keperluan kampanye peserta pilkada.

Berangkat dari persoalan tersebut, Tim 38 Advokat Peduli Pilkada Bersih untuk DIJ mendeklarasikan diri untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan pilkada bersih. Baik bersih dan transparan dalam pelaksanaannya. Juga kepatuhan terhadap protokol kesehatan (prokes) dalam rangka mencegah timbulnya klaster baru Covid-19. "Kami berupaya memberikan masukan dan kritik supaya pilkada se-DIJ, terutama di Sleman bisa berlangsung secara bersih," ungkap Koordinator Advokat Tim 38 Kamal Firdaus kemarin (23/11).

Pilkada yang bersih, lanjut Kamal, harus bebas dari praktik money politic. Bebas dari janji-janji pasangan calon (paslon) bupati-wakil bupati yang muluk dan sulit bisa ditepati. Serta bebas dari ancaman paslon pilkada terhadap masyarakat yang tidak mendukung mereka. "Jangan sampai ada omongan kalau tidak pilih paslon tertentu nanti akan berakibat pada APBD maupun APBN tidak dikucurkan kepada masyarakat," tegasnya.

Tim 38 Advokat Peduli Pilkada Bersih juga akan mengawasi dana-dana bantuan sosial masyarakat yang bersumber dari APBD. Yang berpotensi disalahgunakan oleh paslon bupati-wakil bupati tertentu. Kamal mencontohkan seperti dana Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK). “Kami akan segera tindaklanjuti. Cek dan ricek. Mengingat saat ini kami banyak mendapatkan laporan dari masyarakat,” bebernya.

Pemilu yang bersih, lanjut Kamal, tidak hanya tergantung dari niat paslon bupati-wakil bupati. Tapi juga pihak-pihak terkait. Seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta pemerintah setempat. Pihak terkait tersebut juga harus profesional. Tidak berpihak dan tak diskriminatif. "Jangan sampai ada paslon bupati-wakil bupati yang dirugikan oleh pihak terkait," ingatnya.

Hal senada disampaikan juru bicara Tim 38 Advokat Peduli Pilkada Bersih Oscar Semendawai. Menurutnya, beberapa hari terakhir banyak informasi adanya bantuan dari pemerintah yang digunakan untuk kampanye paslon tertentu. "Jika ada informasi dugaan praktik pelanggaran pilkada, kami siap lakukan pendalaman dan pendampingan. Misalnya jika ada dugaan penyelewengan bantuan pemerintah untuk masyarakat,” katanya.

Oscar menegaskan, pilkada harus berjalan bersih sesuai koridor hukum yang berlaku. Baik peserta pilkada, tim sukses, maupun relawan, dan simpatisan partai pengusung/pendukung paslon bupati-wakil bupati. Pun demikian aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara pilkada. Yakni KPU dan turunannya. Serta Bawaslu dan turunannya pula. “ASN tidak boleh kampanye salah satu paslon. Ini penting agar pilkada berjalan sesuai aturan,"tandasnya.

Di bagian lain, Asman Semendawai, yang juga koordinator Tim 38 Advokat Peduli Pilkada Bersih, mengingatkan pentingnya penyelenggara maupun peserta pilkada untuk mencegah kemungkinan terjadinya klaster Covid-19 saat proses pencoblosan surat suara 9 Desember mendatang.

Oleh karena itu, protokol kesehatan harus benar-benar ditaati. Saat pemungutan suara, seluruh elemen masyarakat yang terlibat harus selalu menerapkan prinsip 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan dengan sabun di air mengalir. "Jangan sampai pilkada berhasil dilakukan, namun masyarakat terkena Covid-19," tuturnya. (eno/yog)

 

Sumber : Harian Radar Jogja, Edisi Selasa 24 November 2020, Halaman 3