Kasus Covid-19 di Indonesia memang sudah melandai. Hal ini terlihat dari semakin kecilnya laporan kasus Covid-19 di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Dengan kata lain, saat ini kasus Covid-19 di Indonesia sudah bisa dikendalikan. Ini pertanda baik. Bahkan, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengapresiasi keberhasilan Indonesia menekan laju virus berbahaya tersebut.
Meski demikian, kita tidak boleh terlena dengan hal tersebut. Kita tetap harus waspada. Apalagi, kita dibayangi prediksi akan munculnya gelombang ketiga Covid-19 saat nataru (Natal dan Tahun Baru).
Tetap Waspada
Menyikapi ancaman gelombang ketiga Covid-19, Pemerintah Indonesia cepat merespon. Presiden Joko Widodo meminta masyarakat agar mewaspadai potensi kenaikan kasus penularan virus Corona. Presiden juga minta berhati-hati akan datangnya gelombang selanjutnya.
Hal ini diungkapkan Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers daring, Senin (25/10/2021),
Senada dilontarkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang minta masyarakat tetap waspada dengan adanya potensi gelombang ketiga Covid-19.
Menurut Riza, potensi tersebut akan terjadi bila masyarakat tidak taat protokol kesehatan saat mulai pelonggaran.
"Memang kita harus hati-hati (gelombang ketiga), kita pernah turun, naik lagi, sekarang turun lagi, sekarang mulai ada pelonggaran," tegas Wagub Riza di Balai Kota, Jakarta, Selasa (21/9/2021) lalu.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito dalam jumpa pers yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Selasa (21/9/2021). juga minta masyarakat mewaspadai gelombang ketiga Covid-19.
Wiku menuturkan, kenaikan kasus Covid-19 biasanya terjadi setelah libur panjang dan kegiatan besar di lingkungan masyarakat.
Case Fatality Rate
Lalu, apa kata praktisi kesehatan terhadap ancaman gelombang ketiga Covid-19? Dr.Tifauzia Tyassuma, M.Sc, Presiden Ahlina Institute (Advancing Health Literacy on Nutrition & Neuroscience Indonesia), menyatakan, dalam mengantisipasi gelombang ketiga Covid-19 harus melihat tren grafik.
“Lihatlah tren. Ada nggak kenaikan sekarang. Masuk bulan November dan Desember, ada nggak tren kenaikan itu. Karena untuk naik butuh momentum,” ujarnya kepada LARAS POST di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (30/10/2021).
Dr. Tifa menambahkan, kalau ada peningkatan, di daerah mana saja yang kasusnya meningkat. “Jadi, jangan 34 provinsi disamaratakan. Nah, daerah yang kasusnya meningkat harus dikunci, agar ditangani dengan baik,” terangnya.
Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini kembali mengungkapkan, untuk mengantisipasi kemungkinan gelombang ketiga Covid-19 juga harus dilihat dari sisi scientific.
“Gelombang Delta yang kemarin luar biasa terjadi. Itu sebenarnya case fatality rate (CFR) cuma 20 persen. Case fatality rate paling tinggi hanya di awal pandemi. 9, 7 persen. Artinya, dari 100 orang terifeksi ada 10 orang meninggal. Tapi itu hanya sampai Juni 2020,” urainya.
Dr. Tifa menuturkan, CFR yang menjadi indikator kemampuan membunuh manusia itu menurun sampai Desember 2020, tinggal 3 persen.
Sementara, pakar epidemiologi UGM Riris Andono menegaskan bahwa gelombang ketiga Covid-19 merupakan sesuatu yang pasti terjadi.
Namun, sambungnya, waktu terjadinya dan seberapa tinggi kasus yang akan terjadi akan tergantung pada situasi di masyarakat.
Untuk mencegah gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia yang besar, Riris meminta masyarakat agar tidak lengah dan tetap waspada.
Riris mengimbau masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan. Dan pemerintah diminta memperkuat 3T yaitu testing, tracking, dan treatment.
Kita semua berharap bisa mengantisipasi ancaman gelombang ketiga Covid-19. Imbauan pemerintah agar tetap melaksanakan protokol kesehatan harus tetap dipatuhi. Sehingga kita dapat mengendalikan Covid-19. (wan)