Harus Tepat Sasaran, Bukan untuk Bancakan

Dewan Sleman awasi penyaluran dana bantuan Covid-19 agar tepat sasaran

 
Dewan Awasi Ketat Penyaluran Dana Bantuan Covid-19
SLEMAN, Radar Jogja - Fraksi-fraksi di DPRD Sleman sepakat perlunya pengawasan bersama penyaluran dana-dana bantuan pemulihan ekonomi terdampak Covid-19. Baik dana bantuan yang bersumber dari APBN berupa hibah atau bantuan sosial (bansos). Maupun bantuan dari APBD Sleman.
Ketua Fraksi Gerindra Shodiqul Qiyar menegaskan, penyaluran dana bantuan Covid-19 harus tepat sasaran dan sesuai peruntukannya. Calon penerima bantuan wajib diverifikasi secara berjenjang. Dari kalurahan, kapanewon, hingga kabupaten. "Masyarakat harus ikut mengawasi. Aparat penegak hukum pun perlu ikut turun tangan," pintanya kemarin (3/11).
Qiyar mencontohkan dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Krearif. Total Rp 3,3 triliun. Untuk membantu pemerintah daerah dan industri pariwisata se-Indonesia. "Sleman dapat lebih dari Rp 60 miliar," bebernya.
Menyitir pernyataan Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Krearif Bidang Manajemen Krisis Henky Manurung, Qiyar memaparkan, basis data pengguliran hibah melalui pemerintah daerah adalah pajak hotel dan restoran.
Adapun kriteria penerima hibah, antata lain, ibukota 34 provinsi, 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) dan 5 destinasi super prioritas (DSP), serta daerah yang termasuk 100 Calendar of Event (COE) dan destinasi branding. Juga daerah dengan pendapatan pajak hotel dan restoran minimal 15 persen dari total pendapatan asli daerah tahun lalu.
Dari situ, Qiyar menilai, dana hibah tersebut sudah seharusnya dimaksimalkan untuk membantu operasional hotel dan restoran. Serta destinasi/desa wisata yang sudah ada, namun mengalami mati suri akibat hantaman Covid-19. Porsinya 70 persen untuk hotel dan restoran.
Bantuan tersebut guna menjaga eksistensi usaha jasa pariwisata yang sudah ada. Terlebih di era kebiasaan baru ini penerapan protokol kesehatan bersifat mutlak. Bagi destinasi/desa wisata, dana hibah tersebut setidak-tidaknya bisa untuk pengadaan sarana cuci tangan dengan air mengalir. Sehingga gerakan 3M, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak bisa berjalan maksimal. Hal ini demi memberikan rasa aman dan nyaman pengunjung maupun pengelola. "Jadi, logikanya (bantuan hibah, Red) itu ya bukan untuk membuat desa wisata baru," tegasnya. “Yang pasti, calon penerima hibah harus berbadan hukum,” sambung politikus asal Gamping itu.
Qiyar mengingatkan, ke depan jangan sampai ada destinasi/desa wisata mati suri malah tak dapat bantuan. Sementara justru muncul desa wisata baru yang dibangun dengan dana hibah itu. "Hibah itu tidak mudah pertanggungjawabannya. Kalau salah sasaran bahaya. Apalagi kalau penerimanya fiktif. Ini bahaya, ada konsekuensi hukumnya," ingat Qiyar. “Yang perlu diingat juga, jangan sampai hibah itu malah dijadikan bancakaan politik. Apalagi saat ini musim pilkada dan pilkades,” sambungnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Golkar Sukamto. Mbah Kamto, sapaan akrabnya, menyatakan, penyaluran dana bantuan Covid-19 dari pemerintah akan lebih baik jika melibatkan dewan. Karena dewan berhubungan langsung dengan masyarakat. “Seperti dana sosial tunai (BST) itu. Ternyata banyak warga yang dulu menerima, kok sekarang tidak dapat lagi,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Mbah Kamto, warga yang bersangkutan hanya menerima satu jenis BST. Artinya, tidak dobel data. “Mereka banyak yang komplain ke dewan. Makanya penyaluran bantuan Covid-19 harus transparan. Kalau perlu diumumkan ke publik,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sleman Haris Sugiharta menyatakan, dana bantuan Covid-19, apa pun bentuknya, tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Apalagi ditumpangi kepentingan politik untuk pilkada maupun pilkades. "Memang sudah seharusnya diawasi bareng-bareng. Supaya tepat sasaran. Baik penerima maupun peruntukannya," ungkap Haris, yang juga anggotta Fraksi PDI Perjuangan.(ist/bah)

 

Sumber : Harian Radar Jogja, Edisi Rabu 4 November 2020, Halaman 2